Kenapa Polri Tak Perpanjang Red Notice Joko Tjandra?

Jakarta – Penyebab terhapusnya Red Notice buronan kasus Cessie Bank Bali, Joko Tjandra belakangan ini menjadi pertanyaan besar banyak kalangan.

Polri lewat Kepala Divisi Humas, Irjen (Pol) Argo Yuwono menyebut, terhapusnya red notice Joko ini merujuk pada aturan Interpol.

“Dari 2009 sampai 2014 itu sudah lima tahun, itu adalah delete by system sesuai article nomor 51 di Interpol’s Rules on The Processing of Data,” kata Argo di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (17/7).

Di artikel nomor 51, kata Argo, tertulis soal penghapusan data oleh sistem. Kemudian, artikel nomor 68 disebutkan bahwa file atau red notice memiliki batas waktu lima tahun.

Namun, penjelasan Argo itu malah menjadi sebuah pertanyaan besar bagi sejumlah praktisi hukum.

‘Polri mengatakan sesuai Article 51 Interpol’s Rules, Red Notice Joko bisa terhapus otomatis setelah lewat masa berlakunya, tapi kan juga dijelaskan dalam Article 51 ayat 2 Interpol’s Rules bahwa Red Notice tersebut bisa diperpanjang atas permintaan Polri jika sang buronan belum tertangkap. Pertanyaannya, kenapa Polri tidak meminta perpanjangan Red Notice bagi Joko?” tanya praktisi hukum yang juga pengacara, Ferry Juan di Jakarta, Minggu (26/7).

Ia pun mengaku tak heran jika akhirnya Joko
bisa bebas berkeliaran sampai ke Jakarta untuk mengajukan upaya hukum PK atas perkaranya tanpa bisa tertangkap.

“Jika Menkumham Yasonna Laoly mengatakan bahwa tidak ada data bukti embarkasi atas keberadaan Joko di Jakarta, mungkin saja dia menggunakan paspor dengan nama lain. Toh buktinya dia datang ke PN Jakarta Selatan,” ucap Ferry lagi.

Pengacara yang kerap tampil flamboyan ini kembali menegaskan, sudah selayaknya Polri memperpanjang Red Notice Joko Tjandra.

“Statusnya masih buronan dan belum tertangkap. Jadi kalau tidak ada permintaan perpanjangan, saya rasa keliru,” pungkas Ferry.

Kejaksaan Agung (Kejagung) sendiri mengaku sudah memenuhi prosedur dalam pengajuan permohonan Red Notice Joko Tjandra pada 2020.

“Semua ada surat menyurat dengan NCB Interpol Indonesia sehingga kami penuhi semua permintaan yang diminta terkait Red Notice yang masih kami perlukan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono seperti dilansir dari Kompas.com, Jumat (24/7).

Hari menuturkan, Kejagung menerima surat dari Polri tanggal 14 April 2020. Melalui surat itu, Polri menanyakan apakah red notice untuk Joko Tjandra masih diperlukan. Dan merespons surat tersebut, Kejagung mengaku masih memerlukan Red Notice untuk Joko Tjandra.

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button