Kemenparekraf Rumuskan Strategi Pemasaran Wisata Selam Saat Adaptasi Kebiasaan Baru
Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyiapkan strategi pemasaran dan pelayanan baru bagi pelaku usaha wisata selam dengan menerapkan protokol kesehatan berbasis CHSE (Cleanliness, Healthy, Safety, & Environmental Sustainability).
Hal ini sebagai upaya meningkatkan kembali kinerja wisata selam di masa adaptasi kebiasaan baru.
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Event), Rizki Handayani, dalam acara Sosialisasi Panduan CHSE & Market Updates Wisata Selam, Selasa (3/11/2020), mengatakan pandemi COVID-19 berdampak luar biasa terhadap sektor pariwisata khususnya wisata selam. Oleh karenanya salah satu upaya membangkitkan kembali sektor pariwisata yaitu dengan menerapkan protokol CHSE.
“Panduan CHSE wisata selam ini salah satu strategi yang telah disusun bersama-sama menjadi kesatuan yang penting dalam upaya memberikan rasa aman untuk melakukan wisata selam. Karena kita tahu diving ini sangat banyak berhubungan dengan mulut, jadi droplet itu banyak sekali. Maka dengan panduan ini, bisa menimbulkan rasa aman dan nyaman wisatawan untuk diving,” ujar Rizki.
Kemenparekraf/Baparekraf telah menerbitkan protokol kesehatan di bidang usaha wisata selam sebagai panduan bagi pelaku dan juga wisatawan melakukan aktivitas selam.
Penerapan protokol kesehatan tidak hanya memastikan kesiapan industri untuk bangkit tapi juga meningkatkan kepercayaan wisatawan.
Rizki melanjutkan, wisatawan mancanegara telah siap datang kembali ke Indonesia untuk menikmati wisata selam. Maka dari itu, Indonesia harus mempersiapkan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan.
“Kami sudah melakukan pertemuan dengan pelaku usaha wisata selam di beberapa negara beberapa waktu lalu bagaimana market di Eropa, Amerika, Australia, dan China. Dan mereka sebenarnya sudah siap untuk datang kembali ke Indonesia. Kami berharap ke depannya bisa dilaksanakan dengan standar protokol kesehatan,” ujar Rizki.
Ketua Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia (PUWSI), Ricky Soerapoetra, menjelaskan pelaku usaha wisata selam di Indonesia hingga kini masih mengalami penurunan jumlah wisatawan.
“Berdasarkan survei per-April 2020 ada 102 usaha yang tidak beroperasi, dan 44 persen pekerja dirumahkan dengan tanggungan, namun saya rasa angka ini akan bertambah atau mungkin sudah bertambah,” ujar Ricky.
Ricky berharap para pelaku usaha wisata selam dapat bangkit dengan melakukan strategi penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE khusus wisata selam dengan disiplin. Sehingga hal ini dapat menimbulkan rasa aman wisatawan untuk kembali melakukan wisata selam.
“Kami berharap dengan protokol CHSE ini bisa membuat kenyamanan wisatawan dan semoga Indonesia bisa membuka pintunya untuk wisatawan mancanegara di waktu yang tepat dan kondisi yang tepat,” ujar Ricky.
Sementara itu, Direktur Utama PT Angkasa Pura II, Muhammad Awaluddin, mengatakan bahwa di bandara sendiri pun hingga saat ini masih dilakukan pembatasan dalam skala besar. Hal ini sebagai upaya memenuhi standar protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah.
“Kami menerapkan imbauan pemerintah, intinya kami masih melakukan pembatasan turis dalam skala besar untuk wisata. Mereka yang boleh datang ke Indonesia yang memiliki kartu tinggal sementara atau kartu tinggal tetap saja, misalnya yang sedang bekerja di Indonesia,” ujar Awaluddin.
Meski demikian, Angkasa Pura memberikan jaminan terhadap masyarakat Indonesia terkait penggunaan Bandara International Soekarno Hatta. Sebab, Bandara Soekarno Hatta telah dinyatakan sebagai bandara yang aman dan nyaman dari hasil survei 217 bandara di seluruh dunia.
“Kami bersyukur pada September 2020 bandara-bandara di dunia itu melakukan penilaian bandara, dan alhamdulillah Bandara Soekarno Hatta mendapat skor 4,9 dari skala 5. Bandara Soekarno Hatta dinyatakan sebagai bandara yang aman dan nyaman untuk hasil survei 217 bandara di seluruh dunia,” ujar Awaluddin. myz