BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan 4 Persen

Jakarta – Bank Indonesia (BI) kembali menahan tingkat suku bunga acuan BI Seven Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar empat persen karena mencermati perbaikan perekonomian global dan dalam negeri termasuk inflasi yang diperkirakan tetap rendah.

“Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah inflasi yang diperkirakan tetap rendah,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam keterangan pers secara virtual di Jakarta, baru-baru ini.

Selain suku bunga acuan, bank sentral ini juga mempertahankan suku bunga deposit facility rate sebesar 3,25 persen dan suku bunga lending facility sebesar 4,75 persen.

Keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini dilakukan setelah melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) 12-13 Oktober 2020.

Perry menjelaskan BI akan menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas kepada perbankan yang hingga 9 Oktober 2020 sudah ditambah suntikan likuiditas (QE) sebesar Rp667,6 triliun.

Selain itu, lanjut dia, BI mendukung pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN 2020 untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional (PEN) dampak pandemi COVID-19 dengan membeli surat berharga negara (SBN).

Kebijakan mempertahankan suku bunga acuan ini merupakan yang ketiga kalinya setelah pada RDG periode Agustus dan September 2020.

Terakhir, BI menurunkan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4 persen pada RDG Juli 2020. BI sejak Juli 2019 hingga Oktober 2020 sudah memangkas 175 basis poin.

Sementara selain itu, Gubernur BI Perry Warjiyo juga menyinggung soal permohonan likuiditas oleh bank. Hingga saat ini belum ada bank yang mengajukan permohonan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) setelah bank sentral ini menerbitkan skema baru pinjaman.

“Tidak ada permohonan dari bank mana pun untuk kebutuhan likuiditas,” kata Gubernur BI itu dalam jumpa pers virtual seusai Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober 2020 di Jakarta.

Menurutnya, kondisi likuiditas perbankan saat ini melimpah seiring dengan kelonggaran yang diberikan bank sentral ini salah satunya melalui penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter Rp496,8 triliun.

Total injeksi likuiditas yang dikeluarkan Bank Indonesia hingga 9 Oktober 2020 mencapai Rp667,6 triliun.

Meski begitu bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas, lanjut dia, likuiditas masih bisa dipenuhi dengan melakukan transaksi repurchase agreement ke BI menggunakan Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki bank bersangkutan.

Sebelumnya BI menerbitkan revisi ketiga PLJP yang ditujukan untuk penyediaan likuiditas jangka pendek bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas.

Dalam skema baru PLJP itu suku bunga diturunkan menjadi suku bunga lending facility ditambah 100 basis poin.

Sebelumnya suku bunga yang diberikan adalah lending facility ditambah 400 basis poin.

Adapun besaran suku bunga lending facility yang ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) per Oktober 2020 adalah tetap dipertahankan mencapai 4,75 persen.

Apabila ada bank yang mengajukan PLJP, kata dia, maka bank tersebut harus memenuhi persyaratan di antaranya menyediakan jaminan berupa SBN dan agunan kredit yang memenuhi persyaratan.

Perry Warjiyo menambahkan adanya skema baru PLJP yang berlaku akhir September 2020 itu juga bagian dari penguatan koordinasi antara BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingat bank diawasi oleh OJK. myz

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button